Daniel Chee Tsui bersama Robert Lughin tahun 1998 diumumkan sebagai pemenang nobel fisika. Kehebatan dua fisikawan ini tak lepas dari keuletannya sebagai eksperimentalis yang getol mengutak-utik fenomena material baru elektron. Karya mereka sangat luar biasa dalam proses pembuatan chip komputer. Di balik kebesaran karya mereka ternyata tak dinyana sebelumnya, bahwa Daniel Chee Tsui ternyata mutiara dalam kisah perjuangan anak manusia.
Daniel Chee Tsui pria sederhana waktu itu usianya menginjak 59 tahun. Tidak terlalu tua bagi seorang fisikawan hebat seperti dia bisa menyandang hadiah nobel yang menjadi impian setiap ilmuan di kolong langit ini. Asal tahu saja, Daniel Chee Tsui tak pernah berangan-angan namanya bisa menjulang setinggi langit. Padahal anak desa kecil di Provinsi Henan, Cina yang lahir 69 tahun silam berasal dari keluarga miskin yang buta huruf. Ayahnya berkeinginan keras dan bersedia mengorbankan apa saja agar anaknya dapat bersekolah di sekolah yang baik. Itulah sebabnya, pada tahun 1951 ayahnya mengirim Tsui ke Hongkong. Kesulitan berbicara dalam dialek Kanton berangsur di atasi melalui proses belajar. Di sini dia bertemu dengan banyak teman yang mau bersahabat dengan dia, mengajaknya ikut berbagai kegiatan di luar sekolah serta menolongnya mengatasi rasa takut dan gentarnya.
Lulus sekolah dasar, Tsui melanjutkan ke sekolah menengah Pui Ching, sebuah sekolah menengah yang sangat terkenal di Hongkong karena banyaknya pengajar yang berkualitas. Tahun 1957 setelah lulus sekolah menengah, Tsui diterima di jurusan kedokteran, National Taiwan University di Taiwan. Namun, karena saat itu dia tidak tahu di mana orangtuanya dan dia juga tidak tahu apakah dia akan kembali ke Cina, Tsui memilih tinggal di Hongkong dan masuk program khusus dua tahun di University of Hongkong atas biaya pemerintah Cina. Pada musim semi tahun berikutnya, Tsui menerima kabar baik dari Amerika Serikat, dia ditawarkan bea siswa penuh dari Augustana College di Rock Island Illinois. Tsui sangat menikmati kuliah di Augustana College. Ia mengatakan, bahwa di sini dia bukan saja belajar fisika dan matematika, tetapi dia bebas membaca, belajar dan berpikir tentang keimanan kristennya yang telah dipeluknya sejak dia kecil.
Lulus dari sekolah menengah, Tsui melanjutkan kuliahnya ke University of Chicago tempat Chen Ning Yang dan Tsung Dao Lee, peraih nobel Fisika tahun 1957 tinggal. Dengan keberadaan kedua fisikawan tingkat dunia, University of Chicago waktu itu merupakan impian semua pelajar Cina. University of Chicago yang berada di kota besar Chicago menuntut bukan hanya kemampuan intelektual yang tinggi saja, tetapi juga kerja keras. Para mahasiswa diharuskan menekuni bidang yang digeluti secara serius. Tsui menyukai eksperimen fisika dan di bawah bimbingan Prof. Royal Stark, Tsui mencoba menjadi eksperimentalis yang baik.
Tsui tidak hanya belajar hal-hal yang kecil seperti menyolder, menggambar teknik, tetapi juga ia mencoba mendesain sendiri alat-alat eksperimen dan membangun laboratoriumnya sendiri. Keinginan belajar mandiri dari halhal kecil dan kerja keras inilah yang membuat dia percaya diri dan melambungkan dia menjadi eksperimentalis tingkat dunia.
Tahun 1968, Tsui bekerja di Bell Laboratories, New Jersey sebagai peneliti dalam bidang fisika zat padat. Dengan fasilitas yang lengkap, Tsui mencoba mengekspor sifat-sifat elektron dan ia menemukan banyak sifat-sifat baru elektron yang mampu membuka suatu bidang baru dalam fisika dan menstimulasi banyak terobosan-terobosan fisika teori dan eksperimen yang dapat diaplikasikan ke bidang lain selain fisika.
Bekerja bersama-sama dengan Horst Stormer, Tsui mengembangkan material baru di mana electron dapat bergerak dipermukaannya tanpa gesekan. Penemuannya ini kini digunakan untuk pembuatan chip-chip komputer yang merupakan peralatan utama di era teknologi canggih saat ini. Karena penemuannya yang luar biasa ini, pada tahun 1998 Daniel Tsui mendapat anugerah hadiah nobel fisika bersama-sama dengan Robert Lughin dari Stanford University dan Horst Stormer dari Columbia University.
Tsui mengakui, salah satu pendukung suksesnya adalah kebebasan yang diberikan oleh Bell Laboratories untuk menggunakan fasilitas yang ada dalam melakukan eksperimen. Menurut Tsui kebebasan menciptakan kreativitas, industri, inovasi, pandangan ke depan dan memperbaiki kualitas hidup. Seperti yang dikatakan oleh Einstein, bahwa sesuatu yang besar diciptakan dalam suatu kebebasan “Everything that is really great and inspiring is created by the individual who can labor in freedom”.
Tsui bukan saja seorang peneliti yang ulung, tetapi dia juga seorang yang sangat humanis. Dia selalu menekankan pada mahasiswanya, bahwa hidup ini harus seimbang. Kita tidak hanya bisa hidup dari fisika saja. Ada sisi lain, dari fisika yang tidak bisa mengubah kehidupan , seperti yang sering dia ucapkan : ”Physics can change the environment of life but it can’t improve the content of life”. Tsui juga sering mengingatkan mahasiswanya untuk jangan takut mengambil jurusan yang disukainya. Dia mengatakan, bahwa apapun yang dipelajarinya, asalkan dipelajari dengan sungguh-sungguh akan membawa seseorang menjadi sukses.
Walaupun sudah menjadi terkenal, Tsui masih menyukai mengajar.Saat ia mengajar di Princeton University, seorang alumni TOFI, Oki Gunawan (peraih perunggu Olimpiade Fisika Dunia 1993) telah berhasil menyelesaikan studi Ph.D di bawah bimbingannya. Salah satu semboyan Daniel Tsui yang membuat dia terus mengajar dan belum pensiun adalah “the only meaningful life is a life of learning. What better way is there to learn than through teaching”.
Sumber : Blog Farid (6 Februari 2009)
0 komentar:
Posting Komentar